Rabu, 16 April 2014

BPJS, untung-ruginya



BPJS, Untung-Ruginya



Pada awal tahun 2014, Pemerintah RI bersama dengan DPR meluncurkan program baru yang dinamakan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). BPJS menurut  UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial kepada rakyat Indonesia. Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat 2 UU No. 40 tahun 2004, batas paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS adalah tanggal 19 oktober 2009, yakni 5 tahun sejak diundangkannya UU No. 40 tahun 2004.
Namun, batas waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tersebut tidak mampu dipenuhi oleh pemerintah saat itu karena berbagai keperluhan yang belum siap. Oleh karena itu RUU tentang BPJS tidak selesai dirumuskan.
DPR RI pada masa itu mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah ini melalui program Legislasi Nasional 2010 untuk merancang RUU tentang BPJS. DPR juga telah menyampaikan RUU tentang BPJS ini kepada pemerintah pusat pada tanggal 8 Oktober 2010 untuk dibahas bersama pemerintah.
Pemerintah dan DPR RI akhirnya mensahkan RUU tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna DPR RI pada tanggal 28 Oktober 2011. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Presiden tanggal 7 November 2011. Pemerintah pun mengundangkan UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011.
Berdasarkan UU No. 24 tahun 2011 tersebut maka pemerintah diwajibkan membentuk suatu badan dalam menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dan mengkoordinasi pelaksanaan BPJS. Nantinya badan pelaksana BPJS memiliki tugas dalam mendata peserta, memungut dan mengumpulkan iuran, mengelola dana, dan memberikan informasi dan jasa. Menurut UU No. 24 pasal 5 tahun 2011, BPJS kemudian dibagi atas 2 bagian utama yaitu BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.
Penyelenggaraan jaminan sosial yang berkelanjutan ini merupakan salah satu pilar negara yaitu kesejahteraan, disamping pilar lainnya seperti pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.
BPJS kesehatan adalah suatu badan penyelenggaraan jaminan sosial dibidang kesehatan yang meliputi tanggungan pasien dalam berobat hingga pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit rujukan.
Sedangkan BPJS ketenagakerjaan adalah jaminan kepada tenaga kerja baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang penjaminan kecelakaan saat bekerja, jaminan pada hari tua, jaminan ketika pegawai tersebut pension, hingga jaminan kematian.
Setelah terbentuknya Undang-Undang tentang BPJS ini, pemerintah kemudian membuat badan pelaksananya. Yang ditunjuk sebagai penaggung jawab teknisnya adalah PT. ASKES, PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI, dan PT. TASPEN. Oleh karena itu, PT. ASKES yang merupakan BUMN dibidang pengansuransian kesehatan untuk yang mengikutinya, diubah statusnya menjadi BPJS kesehatan yang akan menangani pelaksanaan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat dan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatannya pada tanggal 1 Januari 2014 berdasarkan ketentuan pasal 60 ayat 1 UUNo. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI, dan PT. TASPEN pun diubah menjadi BPJS ketenagakerjaan. Ketiga badan pelaksana diatas disatukan untuk memberikan jaminan kepada tenaga kerja yang aktif maupun yang telah pensiun dari pekerjaannya. Dengan hal ini diharapkan adanya ketenangan dan kepastian kepada semua pegawai dalam menghadapi masa pensiunnya kelak.
Sejauh ini sudah 1.710 rumah sakit yang telah menjalin kerja sama dengan BPJS kesehatan. Pemerintah pun menargetkan untuk jumlah rumah sakityang bergabung  bertambah sampai 2300 ketika program jaminan social ini diwajibkan untuk seluruh warga Indonesia. Untuk tahap awal dimulainya BPJS ini, secara bertahap rakyat Indonesia akan diikutkan dengan program BPJS ini. Bagi masyarakat umum yang bukan peserta ASKES dulunya dapat mengikuti program BPJS ini dengan membawa KTP dan KK serta mengisi formulir registrasi yang diberikan.
Sistem BPJS ini berupa sistem iuran gotong royong. Artinya yang mampu membayar iuran akan membantu yang miskin. Ada dua kelompok yang dikelola oleh system BPJS kesehatan, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tidak membayar dan non-PBI. Peserta yang termasuk kedalam kelompok PBI adalah mereka yang termasuk golongan fakir miskin dan tidak mampu secara ekonomi. Sedangkan peserta non-PBI adalah guru, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota POLRI, buruh, karyawan BUMN maupun swasta, veteran hingga pensiunan. Iurannya pun disesuaikan dengan kelas yang dipilihnya. Kelas pertama membayar Rp 59.500 per orang per bulan, kelas kedua membayar Rp 42.500 per orang per bulan, dan kelas ketiga Rp 25.500 per orang per bulan.
Pembayaran iuran BPJS kesehatan ini pun di bayarkan palig lambat tanggal 10 setiap bulannya dan akan dikenakan denda administrasi sebesar 2% dari total iuran jika terlambat. Jika kita hitung biaya iuran BPJS kesehatan pertahunnya untuk kelas ketiga saja adalah Rp 306.000 per orang per bulan. Sejumlah uang tersebut masih tergolong mahal untuk keluarga golongan ekonomi menengah kebawah.
Dengan berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam bentuk BPJS secara nasional diperlukan penyelenggara yang baik dan kompeten serta dukungan dari tenaga yang professional yang terdidik dan terlatih guna terwujudnya pembangunan dalam Millenium Developmen Goal’s.
Terhitung tanggal 1 Januari 2014, sekitar 116,1 juta jiwa penduduk Indonesia secara otomatis menjadi anggota BPJS kesehatan. Jumlah tersebut didapatkan dari jumlah orang yang mengikuti pengansuransian PT. ASKES sebelumnya. Sedangkan bagi masyarakat yang belum mendaftar dan menjadi anggota BPJS, dapat mendaftar secara bertahap maupun melalui perusahaan tempat bekerja.
Mereka yang telah mengikuti program BPJS ini akan diberikan kartu peserta yang berlaku pada rumah sakit yang tergabung didalam program BPJS ini. Sebenarnya kartu peserta yang lama berasal dari PT. ASKES dan PT. JAMSOSTEK penggunaannya masih berlaku. Hal ini dikarenakan pembuatan kartu pengguna sedang dalam proses dan selesai pada bulan April 2014.
Ditinjau dari segi keuntungan dan manfaat BPJS, setiap peserta yang terdaftar dalam program ini mendapatkan hak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan PT. ASKES (sekarang BPJS kesehatan). Adapun biaya pengobatannya yang ditanggu adalah pengobatan semua jenis penyakit, ICCU, ICU yang berbiaya besar tetapi digratiskan oleh pemerintah untuk pasien Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pelayanan lainnya adalah pelayanan mobil ambulan untuk mengantar ke tempat pelayanan, pelayanan forensic, dan pemulasan jenasah. Namun ada beberapa palayanan yang di batasi dalam program BPJS kesehatan ini yaitu kaca mata, alat bantu dengar, dan alat bantu gerak seperti tongkat dan kursi roda. Pelayanan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan, general check up dan pengobatan alternatif.
Di bidang ketenagakerja, keuntungan yang diperoleh oleh pesertanya adalah peserta mendapatkan penjaminan asuransi jika terjadi kecelakaan yang tertimpa saat bekerja serta mendapatkan uang meskipun nantinya pekerja tersebut telah pensiun.
Namun tidak semua yang ada didalam program BPJS ini menimbulkan keuntungan. Terdapat juga kelemahan dalam sistemnya. Telah dikatakan sebelumnya bahwa sistem BPJS ini seperti membebankan biayanya kepada masyarakat meskipun disebut-sebut sebagai sistem iuran gotong-royong. Terlebih dengan penggratisan kepada peserta Penerima Bantuan Iuran  pun membuat kecemburuan sosial bagi masyarakat yang membayar pada program BPJS kesehatan tersebut.
Penyelenggaraan sistem ini di daerah pun masih menimbulkan beberapa masalah. Terjadinya antrian yang lama dalam mengurus keikut sertaan dalam BPJS di rumah sakit mengindikasikan masih lemahnya dalam mengaudit peserta. Bahkan beberapa rumah sakit menolak ikut dalam program BPJS ini. Ini berarti belum semua pihak menyetujui adanya program BPJS yang fungsinya mengansurasikan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Di tinjau dari segi pensosialisasian, program BPJS ini dinilai masih kurang. Meskipun telah sering disosialisasikan diakhir 2013 melalui media cetak dan elektronik, namun faktanya masih banyak masyarakat yang belum mengerti dan paham tentang BPJS. Pendaftaran BPJS pun menumpuk dan terjadi antrian panjang. Banyak masyarakat yang dulunya memiliki kartu JAMKESMAS mengalami kebingungan karena tidak berlaku lagi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya penyatuan antara penyelenggara BPJS kesehatan dengan Pemerintah dan kementrian kesehatan secara baik.
Menurut penulis sebenarnya Pemerintah melalui adanya program BPJS ini menjadi tonggak lahirnya sistem penjaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun kekurangan-kekurangan yang dihadapi diberbagai aspek sebaiknya dijadikan bahan evaluasi kita bersama agar sistem BPJS ini berjalan baik sesuai dengan yang diharapan.


Sumber: