Pada awal tahun 2014, Pemerintah RI bersama dengan DPR meluncurkan program
baru yang dinamakan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). BPJS menurut UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial kepada rakyat Indonesia. Berdasarkan ketentuan pasal 5
ayat 2 UU No. 40 tahun 2004, batas paling lambat untuk penyesuaian semua
ketentuan yang mengatur mengenai BPJS adalah tanggal 19 oktober 2009, yakni 5
tahun sejak diundangkannya UU No. 40 tahun 2004.
Namun, batas waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tersebut
tidak mampu dipenuhi oleh pemerintah saat itu karena berbagai keperluhan yang
belum siap. Oleh karena itu RUU tentang BPJS tidak selesai dirumuskan.
DPR RI pada masa itu mengambil keputusan untuk menyelesaikan
masalah ini melalui program Legislasi Nasional 2010 untuk merancang RUU tentang
BPJS. DPR juga telah menyampaikan RUU tentang BPJS ini kepada pemerintah pusat
pada tanggal 8 Oktober 2010 untuk dibahas bersama pemerintah.
Pemerintah dan DPR RI akhirnya mensahkan RUU tentang Badan
Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna DPR
RI pada tanggal 28 Oktober 2011. DPR RI menyampaikan RUU tentang BPJS kepada
Presiden tanggal 7 November 2011. Pemerintah pun mengundangkan UU No. 24 tahun
2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011.
Berdasarkan UU No. 24 tahun 2011 tersebut maka pemerintah
diwajibkan membentuk suatu badan dalam menjamin kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia dan mengkoordinasi pelaksanaan BPJS. Nantinya badan pelaksana BPJS memiliki
tugas dalam mendata peserta, memungut dan mengumpulkan iuran, mengelola dana, dan
memberikan informasi dan jasa. Menurut UU No. 24 pasal 5 tahun 2011, BPJS
kemudian dibagi atas 2 bagian utama yaitu BPJS kesehatan dan BPJS
ketenagakerjaan.
Penyelenggaraan jaminan sosial yang berkelanjutan ini merupakan
salah satu pilar negara yaitu kesejahteraan, disamping pilar lainnya seperti
pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka, dan pertumbuhan ekonomi
yang stabil dan berkeadilan.
BPJS kesehatan adalah suatu badan penyelenggaraan jaminan sosial
dibidang kesehatan yang meliputi tanggungan pasien dalam berobat hingga
pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit rujukan.
Sedangkan BPJS ketenagakerjaan adalah jaminan kepada tenaga kerja
baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang penjaminan
kecelakaan saat bekerja, jaminan pada hari tua, jaminan ketika pegawai tersebut
pension, hingga jaminan kematian.
Setelah terbentuknya Undang-Undang tentang BPJS ini, pemerintah
kemudian membuat badan pelaksananya. Yang ditunjuk sebagai penaggung jawab
teknisnya adalah PT. ASKES, PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI, dan PT. TASPEN. Oleh
karena itu, PT. ASKES yang merupakan BUMN dibidang pengansuransian kesehatan
untuk yang mengikutinya, diubah statusnya menjadi BPJS kesehatan yang akan
menangani pelaksanaan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat dan mulai
beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatannya pada tanggal 1 Januari
2014 berdasarkan ketentuan pasal 60 ayat 1 UUNo. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI, dan PT. TASPEN pun diubah menjadi BPJS
ketenagakerjaan. Ketiga badan pelaksana diatas disatukan untuk memberikan
jaminan kepada tenaga kerja yang aktif maupun yang telah pensiun dari
pekerjaannya. Dengan hal ini diharapkan adanya ketenangan dan kepastian kepada
semua pegawai dalam menghadapi masa pensiunnya kelak.
Sejauh ini sudah 1.710 rumah sakit yang telah menjalin kerja sama
dengan BPJS kesehatan. Pemerintah pun menargetkan untuk jumlah rumah sakityang
bergabung bertambah sampai 2300 ketika
program jaminan social ini diwajibkan untuk seluruh warga Indonesia. Untuk
tahap awal dimulainya BPJS ini, secara bertahap rakyat Indonesia akan diikutkan
dengan program BPJS ini. Bagi masyarakat umum yang bukan peserta ASKES dulunya
dapat mengikuti program BPJS ini dengan membawa KTP dan KK serta mengisi
formulir registrasi yang diberikan.
Sistem BPJS ini berupa sistem iuran gotong royong. Artinya yang
mampu membayar iuran akan membantu yang miskin. Ada dua kelompok yang dikelola oleh
system BPJS kesehatan, yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tidak membayar dan
non-PBI. Peserta yang termasuk kedalam kelompok PBI adalah mereka yang termasuk
golongan fakir miskin dan tidak mampu secara ekonomi. Sedangkan peserta non-PBI
adalah guru, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, anggota POLRI, buruh,
karyawan BUMN maupun swasta, veteran hingga pensiunan. Iurannya pun disesuaikan
dengan kelas yang dipilihnya. Kelas pertama membayar Rp 59.500 per orang per
bulan, kelas kedua membayar Rp 42.500 per orang per bulan, dan kelas ketiga Rp
25.500 per orang per bulan.
Pembayaran iuran BPJS kesehatan ini pun di bayarkan palig lambat
tanggal 10 setiap bulannya dan akan dikenakan denda administrasi sebesar 2%
dari total iuran jika terlambat. Jika kita hitung biaya iuran BPJS kesehatan
pertahunnya untuk kelas ketiga saja adalah Rp 306.000 per orang per bulan.
Sejumlah uang tersebut masih tergolong mahal untuk keluarga golongan ekonomi
menengah kebawah.
Dengan berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam
bentuk BPJS secara nasional diperlukan penyelenggara yang baik dan kompeten
serta dukungan dari tenaga yang professional yang terdidik dan terlatih guna
terwujudnya pembangunan dalam Millenium Developmen Goal’s.
Terhitung tanggal 1 Januari 2014, sekitar 116,1 juta jiwa penduduk Indonesia
secara otomatis menjadi anggota BPJS kesehatan. Jumlah tersebut didapatkan dari
jumlah orang yang mengikuti pengansuransian PT. ASKES sebelumnya. Sedangkan
bagi masyarakat yang belum mendaftar dan menjadi anggota BPJS, dapat mendaftar
secara bertahap maupun melalui perusahaan tempat bekerja.
Mereka yang telah mengikuti program BPJS ini akan diberikan kartu
peserta yang berlaku pada rumah sakit yang tergabung didalam program BPJS ini.
Sebenarnya kartu peserta yang lama berasal dari PT. ASKES dan PT. JAMSOSTEK penggunaannya
masih berlaku. Hal ini dikarenakan pembuatan kartu pengguna sedang dalam proses
dan selesai pada bulan April 2014.
Ditinjau dari segi keuntungan dan manfaat BPJS, setiap peserta yang
terdaftar dalam program ini mendapatkan hak dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan yang sama di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan PT. ASKES
(sekarang BPJS kesehatan). Adapun biaya pengobatannya yang ditanggu adalah
pengobatan semua jenis penyakit, ICCU, ICU yang berbiaya besar tetapi
digratiskan oleh pemerintah untuk pasien Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Pelayanan lainnya adalah pelayanan mobil ambulan untuk mengantar ke tempat
pelayanan, pelayanan forensic, dan pemulasan jenasah. Namun ada beberapa palayanan
yang di batasi dalam program BPJS kesehatan ini yaitu kaca mata, alat bantu
dengar, dan alat bantu gerak seperti tongkat dan kursi roda. Pelayanan yang
tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur yang
ditentukan, general check up dan pengobatan alternatif.
Di bidang ketenagakerja, keuntungan yang diperoleh oleh pesertanya
adalah peserta mendapatkan penjaminan asuransi jika terjadi kecelakaan yang
tertimpa saat bekerja serta mendapatkan uang meskipun nantinya pekerja tersebut
telah pensiun.
Namun tidak semua yang ada didalam program BPJS ini menimbulkan
keuntungan. Terdapat juga kelemahan dalam sistemnya. Telah dikatakan sebelumnya
bahwa sistem BPJS ini seperti membebankan biayanya kepada masyarakat meskipun
disebut-sebut sebagai sistem iuran gotong-royong. Terlebih dengan penggratisan
kepada peserta Penerima Bantuan Iuran
pun membuat kecemburuan sosial bagi masyarakat yang membayar pada
program BPJS kesehatan tersebut.
Penyelenggaraan sistem ini di daerah pun masih menimbulkan beberapa
masalah. Terjadinya antrian yang lama dalam mengurus keikut sertaan dalam BPJS
di rumah sakit mengindikasikan masih lemahnya dalam mengaudit peserta. Bahkan
beberapa rumah sakit menolak ikut dalam program BPJS ini. Ini berarti belum
semua pihak menyetujui adanya program BPJS yang fungsinya mengansurasikan
kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Di tinjau dari segi pensosialisasian, program BPJS ini dinilai
masih kurang. Meskipun telah sering disosialisasikan diakhir 2013 melalui media
cetak dan elektronik, namun faktanya masih banyak masyarakat yang belum
mengerti dan paham tentang BPJS. Pendaftaran BPJS pun menumpuk dan terjadi
antrian panjang. Banyak masyarakat yang dulunya memiliki kartu JAMKESMAS mengalami
kebingungan karena tidak berlaku lagi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya
penyatuan antara penyelenggara BPJS kesehatan dengan Pemerintah dan kementrian
kesehatan secara baik.
Menurut penulis sebenarnya Pemerintah melalui adanya program BPJS
ini menjadi tonggak lahirnya sistem penjaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Namun kekurangan-kekurangan yang dihadapi diberbagai aspek sebaiknya dijadikan
bahan evaluasi kita bersama agar sistem BPJS ini berjalan baik sesuai dengan
yang diharapan.
Sumber: