Kamis, 01 September 2016

ISTC (International Standard for Tuberculosis Care)


Mengapa perlu adanya ISTC ?
 
v  Penanganan masalah TB yang terstandar dan implementasinya terhadap masyarakat sebagian besar dilaksanakan oleh Puskesmas dan jejaringnya serta beberapa RS
v  Foto Rontgen secara luas digunakan sebagai alat diagnostik di RS dan praktek swasta
v  Pemeriksaan mikroskopik sputum belum digunakan secara luas di RS dan praktek swasta; masih jarang dilakukan kultur sputum
v  Banyak dokter yang masih menggunakan pemeriksaan lain (seperti tes serologi) selain pemeriksaan sputum
v  Rejimen pengobatan sangat bervariasi pada praktek swasta
(Burhan E, ISTC the Indonesian Experience, 2008)
Oleh Karena itu dibutuhkan hal yang dapat menjembatani antara Program Perkumpulan Profesional – Pihak Swasta dan RS.
ISTC : kumpulan standar penanganan TB à internasional untuk dapat diterima luas yang harus dijalankan oleh semua praktisi dan untuk semua jenis TB.
Jika penanganan TB dibawah standar maka kemungkinan gagal, MDR, XDR, TDR.
Perkembangan ISTC:
v  ISTC 1 : tahun 2006 (17 Standar)
v  ISTC 2 : tahun 2009 (21 Standar)
v  ISTC 3 : tahun 2013 (21 Standar)
Perubahan  dari ISTC sebelumnya. Terdapat beberapa perubahan standar pada ISTC 3 2014, yaitu:
¡  Standar untuk diagnosis (1- 6)
¡  Standar untuk pengobatan (7-13)    
¡  Standar untuk penanganan TB dengan infeksi HIV dan Komorbid lain (14-17)
¡  Standar untuk Pelayanan Kesehatan Masyarakat (18-21)                                                           

Standar 1
¡  Untuk memastikan diagnosis dini, profider harus menyadari faktor risiko individu dan kelompok untuk TB dan melakukan evaluasi klinis yang cepat dan uji diagnostik yang tepat bagi orang-orang dengan gejala dan temuan yang mendukung  untuk TB

Standar 2
¡  Semua pasien, termasuk anak-anak, dengan batuk yang tidak bisa dijelaskan berlangsung dua minggu atau lebih atau dengan kecurigaan tuberkulosis pada radiografi dada harus dievaluasi untuk tuberkulosis

Standar 3
¡  Semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TB paru dan mampu mengeluarkan dahak harus diperiksa dahak mikroskopiknya  minimal dua kali, secara smear atau sputum spesimen tunggal untuk Xpert®MTB/RIF pada laboratorium yang terjamin.
¡  Pasien yang berisiko resistensi obat, dgn risiko HIV, atau yang sakit serius, harus diperiksa Xpert MTB/RIF sebagai tes diagnostik awal
¡  Tes serologi berbasis darah dan interferon-gamma release assay tidak boleh digunakan untuk diagnosis TB aktif

Standar 4
¡  Untuk semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TB paru, spesimen yang sesuai dari lokasi yang diduga harus diperoleh untuk pemeriksaan mikrobiologi dan histologis. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF tes direkomendasikan sebagai tes awal mikrobiologis untuk tersangka dgn meningitis TB untuk diagnosis cepat

Standar 5
¡  Pada pasien yang diduga menderita TB paru dgn sputum smear negatif, tes Xpert MTB/RIF atau kultur dahak harus dilakukan. Pada orang-orang dgn BTA dan Xpert MTB/RIF negatif, namun dengan bukti klinis sangat sugestif tuberkulosis, pengobatan anti tuberkulosis harus dimulai setelah koleksi spesimen untuk pemeriksaan kultur

Standar 6
¡  Untuk semua anak yang diduga menderita intratoraks tuberkulosis (paru, pleura, dan kelenjar getah bening hilus atau mediastinum), Konfirmasi bakteriologis harus dicari melalui pemeriksaan sekret pernapasan (ekspektorasi dahak, induksi dahak, lavage lambung) untuk pemeriksaan smear mikroskopi, tes Xpert MTB/RIF dan/atau kultur

Standar 7
¡  Agar tanggung jawab kesehatan masyarakat terpenuhi dan juga tanggung jawab kepada pasien secara individu maka penyedia layanan kesehatan harus menyediakan rejimen yang tepat, memonitor kepatuhan pengobatan, dan jika diperlukan dapat mengatasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan pengobatan berhenti atau terputus.
¡  Untuk memenuhi kewajiban ini maka diperlukan koordinasi antara pemberi pelayanan kesehatan masyarakat daerah setempat dan atau agen pelayanan kesehatan lainnya.

Standar 8
¡  Semua pasien yang belum pernah mendapat terapi sebelumnya dan tidak memiliki risiko resistensi obat dapat diobati dengan rejimen terapi standar WHO yaitu menggunakan obat yang telah teruji kwalitasnya.
¡  Fase awal selama dua bulan diberikan isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Fase lanjutan diberikan isoniazid dan rifamisin selama 4 bulan.
¡  Dosis obat anti tuberkulosis mengikuti rekomendasi WHO. Pemberian dalam bentuk kombinasi dosis tetap akan memberikan kemudahan dalam pemberian obat


Standar 9
¡  Pendekatan pengobatan dengan prinsip keutamaan pasien sebaiknya diterapkan untuk seluruh pasien agar terjadi kepatuhan berobat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi penderitaan.
¡  Pendekatan ini sebaiknya berdasarkan kepada apa yang dibutuhkan pasien dan juga atas dasar saling menghormati antara pasien dan pemberi layanan kesehatan.

Standar 10
¡  Respons pengobatan pada pasien TB paru (termasuk pasien yang didiagnosis dengan menggunakan tes molekular cepat) harus dimonitor pada saat menyelesaikan tahap awal pengobatan (dua bulan) dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopi sputum. Jika hasilnya positif pada akhir fase awal pengobatan maka dilakukan pemeriksaan sputum ulangan pada akhir bulan ketiga, dan jika masih positif, maka pemeriksaan sensitifitas obat secara molekuler cepat (line probe assay atau Xpert MTb/RIF) harus dilakukan.
¡  Pada pasien dengan TB ekstrapulmonal dan pada anak-anak, respons terapi terbaik adalah berdasarkan klinis pasien.

Standar 11
¡  Penilaian kemungkinan adanya resistensi obat, berdasarkan anamnesis riwayat pengobatan, kasus terpajan dengan sumber yang kemungkinan memiliki resistensi obat, dan prevalensi komunitas resisten obat (bila diketahui), harus dilakukan pada seluruh pasien.
¡  Tes kepekaan obat harus dilakukan pada awal pengobatan terhadap seluruh pasien dengan risiko resistensi obat.
¡  Pasien dengan sputum masih tetap positif pada akhir bulan ketiga pengobatan, pasien dengan gagal pengobatan, pasien yang tidak terlacak (putus pengobatan), atau kambuh harus selalu dicurigai sebagai resisten obat. Pada pasien yang seperti ini, maka Xpert MTB/RIF merupakan tes diagnostik awal
¡  Jika terdeteksi resisten Rifampisin, maka kultur dan tes kepekaan harus segera dilakukan untuk isoniazid, florokuinolon, dan obat-obat injeksi lini kedua.
¡  Konseling dan edukasi pasien serta pemberian terapi empiris lini kedua harus diberikan sesegera mungkin untuk meminimalisir kemungkinan penyebaran.
¡  Langkah-langkah pengendalian infeksi yang tepat harus diterapkan

Standar 12
¡  Pasien dengan atau kemungkinan besar mengidap tuberkulosis yang disebabkan oleh organisme yang resisten obat (terutama MDR/XDR) harus diterapi dengan menggunakan rejimen obat anti tuberculosis lini kedua yang terjamin efektifitasnya
¡  Dosis obat anti tuberculosis ini sesuai dengan rekomendasi WHO. Pemilihan rejimen dapat yang telah terstandar baku atau berdasarkan kecurigaan atau berdasarkan pola kepekaan obat.
¡  Sekurang-kurangnya lima obat –pirazinamid dan empat obat lainnya yang diketahui atau diperkirakan masih peka termasuk obat injeksi- harus digunakan dalam 6-8 bulan fase intensif dan sekurang-kurangnya tiga obat yang diketahui atau diperkirakan masih peka harus digunakan dalam fase lanjutan.
¡  Pengobatan diberikan dalam 18-24 bulan setelah terjadi konversi kultur.
¡  Penilaian berfokus pada pasien, termasuk observasi pengobatan, dibutuhkan agar patuh berobat.
¡  Konsultasi kepada spesialis yang berpengalaman menangani pasien TB MDR/XDR harus dilakukan

Standar 13
Pencatatan tertulis :
¡  Semua pengobatan yang diberikan, Respons bakteriologik & Efek samping
¡  Pencatatan pelaporan sangat penting untuk mengetahui pasien yang gagal terapi, pindah atau pelacakan pasien DO
¡  Pencatatan pelaporan yang baik ® dapat memberikan hasil pemeriksaan :mikroskopik/ kultur, foto toraks , perbaikan klinik, efek samping dll
¡  Pencatatan juga penting untuk mengetahui jenis riwayat pengobatan à kasus kambuh, DO, MDR

Standar 14
¡  Konseling dan tes HIV dilakukan pada seluruh pasien TB atau tersangka TB kecuali jika terdapat konfimasi hasil tes yang negatif dalam dua bulan terakhir
¡  Oleh karena adanya hubungan yang kuat antara TB dan infeksi HIV maka pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan terhadap kedua penyakit ini direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.
¡  Tes HIV ini penting sebagai bagian dari manajemen seluruh pasien di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi pada populasi umum, pada pasien dengan gejala dan tanda yang berhubungan dengan kondisi HIV, dan pada pasien dengan riwayat terpapar infeksi HIV.

Standar 15
¡  Pada orang dengan infeksi HIV dan TB dengan immunosupresi yang berat (hitung CD4 kurang dari 50 sel/mm3) maka ART diberikan dalam jangka waktu 2 minggu setelah terapi OAT dimulai kecuali apabila terdapat meningitis TB.
¡  Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, tanpa memandang hitung CD4, ART diberikan dalam waktu 8 minggu setelah terapi OAT diberikan.
¡  Pasien dengan TB dan HIV juga diberikan kotrimoksasol sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.

Standar 16
¡  Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan hati-hati, tidak terdapat infeksi TB aktif maka sebaiknya diberikan terapi isoniazid selama 6 bulan untuk kecurigan terdapatnya infeksi TB laten

Standar 17
¡  Setiap pemberi layanan kesehatan sebaiknya melaksanakan penilaian yang menyeluruh terahadap kondisi ko-morbid dan faktor lain yang dapat berdampak pada responns pengobatan TB atau hasil akhir pengobatan dan mengidentifikasi layanan tambahan yang akan mendukung hasil yang optimal bagi setiap pasien. Layanan ini harus dimasukkan ke dalam rencana perawatan individual yang meliputi penilaian dan rujukan untuk pengobatan penyakit lain.
¡  Harus diperhatikan kondisi atau penyakit yang dapat berefek terhadap hasil akhir pengobatan,contohnya DM, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, kurang gizi, dan merokok.
¡  Rujukan ke layanan pendukung psikososial atau ke layanan semacam antenatal atau perawatan bayi juga sebaiknya tersedia.

Standar 18
¡  Semua pemberi pelayanan kesehatan harus memastikan bahwa kontak erat dari pasien dengan tuberkulosis yang menular harus dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional.
¡  Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah:
§  Orang dengan gejala yang mendukung kearah tuberkulosis
§  Anak usia dibawah 5 tahun
§  Kontak dengan kondisi atau diduga memiliki kondisi imunokompromais, khususnya infeksi HIV
§  Kontak dengan pasien TB MDR/XDR

Standar 19
¡  Anak usia dibawah 5 tahun dan semua orang berapapun umurnya yang terinfeksi HIV dan merupakan kontak erat pasien dengan tuberkulosis yang menular dan setelah pemeriksaan secara cermat tidak memiliki tuberkulosis aktif harus diobati sebagai terduga infeksi tuberkulosis laten dengan isoniazid selama sekurangnya enam bulan.

Standar 20
¡  Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang merawat pasien dengan TB atau tersangka TB harus menerapkan rencana pengendalian infeksi TB yang sesuai untuk meminimalisir penularan M.tb ke pasien lain dan petugas kesehatan

Standar 21
¡  Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis baik baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil akhir pengobatannya ke Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku

Kesimpulan:
¡  Penatalaksanaan pasien TB harus berorientasi pada kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat
¡  Setiap pemberi pelayan kesehatan pasien TB harus harus menerapkan strategi DOTS dan melaksanan ISTC
¡  Setiap Petugas Kesehatan (pemerintah & Swasta) punya tanggung jawab kesehatan masyarakat

sumber: ISTC 3nd 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar